Menggosip adalah tindakan yang paling
dibenci Allah. Tapi celakanya, kebiasaan ini justru disukai banyak orang,
baik di kantor, ditempat kerja atau bahkan di rumah. Terurama kalangan
ibu-ibu
Banyak hal yang bergeser dan berubah dengan hadirnya pesawat televisi ke
rumah kita, terutama yang berkaitan dengan budaya dan akhlak. Salah satu yang
jelas terlihat yaitu pergeseran makna bergunjing atau menggosip.
Menggosip adalah tindakan yang kurang terpuji yang celakanya, kebiasaan ini
seringkali dilekatkan pada sifat kaum wanita. Dulu, orang akan tersinggung
jika dikatakan tukang gosip. Seseorang yang ketahuan sedang menggosip
biasanya merasa malu. Namun, sekarang kesan buruk tentang menggosip mungkin
sudah mengalami pergeseran.
Beberapa acara informasi kehidupan para artis atau selebritis yang dikemas
dalam bentuk paket hiburan atau infotainment dengan jelas-jelas
menyebut kata gosip sebagi bagian dari nama acaranya. Bahkan pada salah satu
dari acara tersebut pembawa acaranya menyebut dirinya atau menyapa
pemirsannya dengan istilah “biang gosip”. Mereka dengan bangganya mengaku
sebagai tukang gosip.
Saat ini hampir di setiap stasiun televisi memiliki paket acara seperti di
atas. Bahkan satu stasiun ada yang memiliki lebih dari satu paket acara
infotainment tersebut, dengan jadwal tayangan ada yang mendapat porsi tiga
kali seminggu. Hampir semua isi acara sejenis itu, isinya adalah menyingkap
kehidupan pribadi para selebritis. Walhasil, pemirsa akan mengenal betul
seluk beluk kehidupan para artis, seolah diajak masuk ke dalam rumah bahkan
kamar tidur para artis..
Sepintas acara ini terkesan menghibur. Seorang ibu yang kelelahan setelah
menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya mungkin akan terasa terhibur dengan
sajian-sajian sisi-sisi kehidupan pribadi orang-orang terkenal. Apalagi
kemasan acara yang semakin bervariasi ada yang diselingi nyanyi, wawancara
langsung dengan artis, daftar hari ulang tahun para selebritis, dll. Namun
jika kita cermati lebih jauh, isinya kurang lebih adalah menggosip atau
bergunjing.
Sejak awal tahun 2002 ditandai dengan banyaknya artis yang pisah ranjang dan
bercerai. Peristiwa-peristiwa semacam ini merupakan sasaran empuk bagi
penyaji hiburan semacam ini. Pemirsa disuguhi sajian informasi yang sarat dengan
pergunjingan. Masing-masing pihak merasa benar dan tentu saja menyalahkan
pihak lainnya.
Menggosip yang merupakan tindakan buruk, bisa tidak terasa lagi memiliki
konotasi buruk jika terus-menerus disosialisasikan dengan paket menarik pada
televisi. Menggosip akan terasa sebagai tindakan biasa dan lumrah dilakukan.
Menceritakan aib orang lain menjadi sesuatu yang tanpa beban kita lakukan.
Padahal jika kita cermati makna gosip -yang sama dengan ghibah- barangkali
kita akan merasa ngeri.
Ghibah dalam Islam
Ghibah atau gosip merupakan sesuatu yang dilarang agama. “Apakah ghibah itu?”
Tanya seorang sahabat pada Rasulullah SAW. “Ghibah adalah memberitahu
kejelekan orang lain!” jawab Rasul. “Kalau keadaaannya memang benar?” Tanya
sahabat lagi. “ Jika benar itulah ghibah, jika tidak benar itulah dusta!”
tegas Rasulullah. Percakapan tersebut diambil dari HR Abu Hurairah.
Dalam Al Qur’an (QS 49:12), orang yang suka menggibah diibaratkan seperti
memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah ra. Meriwayatkan “
Ketika kami bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba tercium bau busuk yang
menyengat seperti bau bangkai maka Rasul pun bersabda, “Tahukah kalian, bau
apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang meng-ghibah orang lain”. (HR
Ahmad)
Dalam hadits lain dikisahkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Pada malam
Isra’ mi’raj, aku melewati suatu kaum yang berkuku tajam yang terbuat dari
tembaga. Mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka sendiri. Lalu aku
bertanya pada Jibril” Siapa merka?” Jibril menjawab, “Mereka itu suka memakan
daging manusia, suka membicarakan dan menjelekkan orang lain, mereka inilah
orang-orang yang gemar akan ghibah!” (dari Abu Daud yang berasal dari
Anas bin Malik ra).
Begitulah Allah mengibaratkan orang yang suka menggibah dengan perumpamaan
yang sangat buruk untuk menjelaskan kepada manusia, betapa buruknya tindakan
ghibah.
Banyak kesempatan bagi ibu-ibu untuk menggosip. Pada saat berbelanja
mengelilingi gerobak tukang sayur, menyuapi anak di halaman, pada acara
arisan atau kumpulan ibu-ibu. Menggibah kadang mendapat pembenaran dengan
dalih, “Ini fakta, untuk diambil pelajarannya!”. Padahal di balik itu kurang
lebih mungkin lebh banyak factor ghibahnya daripada pelajarannya.
Benarkah orang cenderung suka mengghibah, bahkan terkesan menikmati kebiasaan
seperti ini? Menurut seorang pengasuh konsultasi keluarga pada sebuah media
cetak, mengatakan rahasia mengapa rubriknya tetap disukai pembaca selama
puluhan tahun. Katanya, pada diri manusia itu cenderung terdapat sifat suka menggunjingkan
orang lain. Orang cenderung ingin tahu masalah yang terjadi pada orang lain.
Dengan demikian ia akan merasa beruntung tidak seperti orang lain atau tidak
dirinya saja yang menderita. Karena umumnya surat yang datang untuk
berkonsultasi adalah mereka yang memiliki masalah.
Jika demikian kebanyakan sifat dari manusia, tentunya kita harus sering
melakukan istighfar. Syaitan dengan mudahnya mempengaruhi kebanyakan hati
kita sehingga mungkin kita tengah menumpuk dosa akibat pergunjingan.
Setiap orang mempunyai harga diri yang harus dihormati. Membuat malu
seseorang adalah perbuatan dosa. “Tiada seseorang yang menutupi cacat
seseorang di dunia, melainkan kelak di hari kiamat Allah pasti akan menutupi
cacatnya” (HR. Muslim).
Sosialisasi pergunjingan di televisi bagaimanapun harus dihindari. Jangan
sampai kita merasa tidak berdosa melakukannya. Bahkan merasa terhibur dengan
informasi semacam itu. Kita mesti berhati-hati. Bahaya ghibah harus
senantiasa ditanamkan agar kita senantiasa sadar akan bahayanya. Benar
kiranya jika dikatakan bahwa dulu orang tinggal di dalam rumah karena
menghindari bahaya dari luar. Kini bahaya justru berasal dari dalam rumah
sendiri yaitu dengan hadirnya acara yang menurunkan kualitas iman di
televisi.
Tips Menghindar Diri Dari Ghibah
Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada diri seseorang. Bisa
datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan arisan, berbagai
pertemuan, sekedar obrolan di warung belanjaan, bahkan melalui pengajian.
Untuk menghindarinya juga tak begitu mudah, mengharuskan kita ekstra
hati-hati
1. Berbicara Sambil Berfikir
Cobalah untuk berpikir sebelum berbicara, ‘perlukah saya mengatakan hal ini?’
dan kembangkan menjadi, ‘apa manfaatnya ? Apa mudharatnya?’. Berarti, otak
harus senantiasa digunakan, dalam keadaan sesantai apapun. Seperti Rasulullah
saw, yang biasanya memberi jeda sesaat untuk berfikir sebelum menjawab
pertanyaan orang.
2. Berbicara Sambil Berzikir
Berzikir di sini maksudnya selalu menghadirkan ingatan kita kepada Allah SWT.
Ingatlah betapa buruknya ancaman dan kebencian Allah kepada orang yang
ber-ghibah. Bawalah ingatan ini pada saat berbicara dengan siapa saja, dimana
saja dan kapan saja.
3. Tingkatkan rasa Percaya Diri
Orang yang tidak percaya diri, suka mengikut saja perbuatan orang lain,
sehingga ia mudah terseret perbuatan ghibah temannya. Bahkan ia pun
berpotensi menyebabkan ghibah, karena tak memiliki kebanggaan terhadap
dirinya sendiri sehingga lebih senang memperhatikan, membicarakan dan menilai
orang lain
4. Buang Penyakit Hati
Kebanyakan ghibah tumbuh karena didasari rasa iri dan benci, juga
ketidakikhlasan menerima kenyataan bahwa orang lain lebih berhasil atau lebih
beruntung daripada kita. Dan kalau dirinya kurang beruntung, diapun senang
menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih sengsara daripaad dirinya.
5. Posisikan Diri
Ketika sedang membicarakan keburukan orang lain, segera bayangkan bagaimana
perasaan kita jika keburukan kita pun dibicarakan orang. Seperti hadis yang
menjanjikan bahwa Allah akan menutupi cacat kita sepanjang kita tidak membuka
cacat orang lain, sebaliknya tak perlu heran jika Allah pun akan membuka
cacat kita di depan orang lain jika kita membuka ` cacat orang.
6. Hindari, ingatkan, diam atau pergi
Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti
acara-acara bernuansa ghibah di televisi dan radio. Juga berita-berita koran
dan majalah yang membicarakan kejelekan orang.
Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan kesalahannya. Jika
tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau anda
memilih hengkang dan ‘menyelamatkan diri’. (Ida S Widayati, penulis tetap
rubrik “Jendela Keluarga” Majalah Hidayatullah)
|
0 komentar: